NASA sudah mengungkapkan berkaitan rencana dalam menjelajah planet di luar angkasa, misalkan di Mars juga membentuk koloni nanti di sana. Hal ini bagi para ilmuwan dikhawatirkan dan disebutkan akan membuat sistem kekebalan tubuh pada manusia tidak siap untuk menghadapi kuman luar angkasa. 

Penelitian Kemungkinan Kemunculan Kuman Luar Angkasa

Penelitian terbaru tersebut menunjukkan sistem kekebalan tubuh pada manusia tidak mudah mendeteksi hingga merespons kuman luar angkasa yang berasal dari planet lainnya. 

Meski seluruhnya masih dalam hipotesis juga peluang dalam bersentuhan dengan mikroorganisme ekstraterestrial di waktu yang dekat begitu tipis. Tetapi, penelitian tersebut mempunyai beberapa implikasi yang penting dalam misi luar angkasa hingga rencana bagi umat manusia bagi menjajah ke planet lainnya. 

“Dunia sekarang ini terlalu menyadari berbagai tantangan atas kekebalan yang dibuat oleh munculnya pokerace 99 yang baru. Sebagai percobaan untuk pemikiran, kami bertanya tentang apa yang akan terjadi kalau kami terpapar berbagai mikroorganisme yang sudah diambil dari planet yang lain atau bulan lain dan di mana kemungkinan kehidupan sudah berevolusi,” Kata Profesor Neil Gow, deputy vice-chancellor (Research and Impact) berasal dari University of Exeter.

Apakah dalam sistem kekebalan kita, dia juga menambahkan, bisa mendeteksi berbagai pathogen yang dibuat dari pada blok bangunan non-terestrial tersebut andaikan orgonisme seperti kuman luar angkasa itu ditemukan hingga tidak sengaja dibawa menuju ke Bumi. 

Dilaporkan pada Jurnal Mikroorganisme, oleh para ilmuwan Universitas Aberdeen dan Exeter Inggris mengamati bagaimana tikus yang mempunyai fungsi bagian sel-sel kekebalan yang mirip dengan manusia. Merespon berbagai komponen yang memungkinkan ditemukannya dalam exo-mikroorganisme yang berasal dari luar bumi. 

Para ahli juga memeriksa reaksi pada sel T, yakni sel penting yang ada di sistem kekebalan tubuh manusia terhadap peptida dengan kandungan asam amino, misalkan, asam α-amino isobutirat dan asam isovalin. 

Asam amino tersebut ditemukan sangat melimpat pada meteorit, namun sangat langka pada jaringan organisme yang ada di Bumi. Hal ini membuat ilmuwan berpendapat ini bisa menjadi proksi baik dalam memahami bagaimana tubuh mamalia memungkinkan bereaksi terhadap mikroorganisme jenis asing.

Respons imun kelihatannya lebih lemah terhadap jenis exo-peptida. Meski demikian sel T masih terus diaktifkan, adanya respons sel kurang efisien dari pada dengan reaksi terhadap peptida yang ditemukan ada di Bumi.

Tingkat aktivasi sebanyak 15 persen hingga 61 persen saat melawan asam α-amino isobutirat dan asam isovalin, dari pada tingkat aktivasi senilai 82 persen hingga 91 persen saat terpapar peptide yang semuanya dibuat dari asam amino yang umumnya ada di Bumi. 

“Investigasi yang kami lakukan menunjukkan exo-peptida tersebut masih diproses serta sel T terus diaktifkan, namun respons tersebut kurang efisien dibandingkan peptide yang ada di Bumi. Sebab itulah, kami berspekulasi bahwa kontak mikroorganisme ekstraterestrial bisa menimbulkan risiko imunologis bagi misi luar angkasa,” ujar Dr Katja Schaefer, penulis utama di University of Exeter, fi kutip IFL Science pada Sabtu (25/7/2020).

Beberapa bulan terakhir sudah diperjelas sangat bahayanya patogen virus Corona atau Covid-19 yang awal ditemukannya berasal dari Wuhan, China di akhir tahun 2019 hingga menggemparkan seluruh dunia. Bahkan virus ini juga sudah menginfeksi ratusan ribu orang di Indonesia dan puluhan juta orang di dunia. Mengingat virus ini sudah dijadikan pandemi oleh WHO, maka masyarakat di harapkan terus berhati-hati dan entah kapan virus ini akan musnah belum jelas waktunya. 

Berkaitan dengan virus covid-19, setidaknya bisa dideteksi di Bumi dan virus ini bukan kuman luar angkasa yang datang sebab meteorit.